“Bekerjalah kamu, maka Allah dan Rasul-Nya serta orang-orang mukmin akan melihat pekerjaanmu itu, dan kamu akan dikembalikan kepada (Allah) Yang Maha Mengetahui akan yang ghaib dan yang nyata, lalu diberitakan-Nya kepada kamu apa yang telah kamu kerjakan.” (QS At-Taubah:105)
Fenomena dalam bekerja dan bisnis saat ini
Kalau kita jeli mengamati, akhir-akhir ini ada kecenderungan yang menarik dalam perilaku karyawan dan banyak perusahaan. Karyawan yang bekerja di perusahaan maupun pabrik senantiasa berusaha agar setiap saat penghasilannya dapat selalu meningkat, tabungannya selalu bertambah dan sangat khawatir jika suatu saat kekurangan harta. Para pelaku bisnis juga tidak mau kalah, mereka berlomba-lomba mendapatkan keuntungan sebanyak-banyaknya,, pendapatan dari tahun ke tahun diharapkan selalu meningkat. Untuk mencapai tujuan tersebut mereka rela untuk menempuh jalan apa saja, tidak masalah merugikan orang lain, merusak alam.
Bahkan sampai-sampai muncul adigum bahwa zaman sekarang ini untuk mencapai rezeki yang haram saja susah apalagi mencari rezeki yang halal. Ada lagi yang menyatakan bahwa kalau dalam bekerja atau berbisnis jangan menggunakan agama karena pasti akan susah jalan. Demikianlah fenomena pertama.
Kemudian kalau kita perhatikan lagi ada fenomena yang menyertai fenomena yang pertama yaitu tumbuh menjamurnya kelompok-kelompok pengajian, kerohanian di kantor kantor baik swasta maupun milik pemerintah, Bahkan di Jakarta kelompok-kelompok spiritual juga tumbuh pesat. Para pengusaha juga tidak mau kalah, mereka juga mencari sesuatu yang lebih dari profit. Mereka merasa bahwa merawat lingkungan, membantu manusia yang kekurangan merupakan suatu tindakan yang lebih memberi makna dalam kehidupan usahanya. Uang sebagai single bottom line dalam mengejar kenikmatan hidup ternyata tidak mampu memenuhi kebutuhan hidup masyarakat modern saat ini. Fenomena apakah ini dan kenapa bisa terjadi demikina? Sebetulnya jawaban dari pertanyaan tersebut dapat kita temui jika kita memahami apa yang dimaksud dengan zaman modern.
Modernisme yang meninggalkan spiritualitas
Kata modern mulai dikenal untuk menyebut era baru ketika terjadinya Renaissance Eropa pada abad ke 16 yang berawal dari Itali. Gagasan modernisasi menghendaki adanya pembedaan yang tegas antara agama dengan masalah duniawi seperti ekomoni, politik, dan ilmu pengetahuan serta lainnya, dimana akhirnya melahirkan paham sekuler yang menghendaki pemisahaan antara urusan-urusan agama dengan masalah kehidupan. Ketika agama ditinggalkan dan dasar berpikir manusia dilandaskan pada paham filsafat materialisme, positivisme, dan empirisme, ilmu pengetahuan dan teknologi berkembang sangat pesat hingga saat ini. Tetapi di sisi lain modernisasi yang menghasilkan kemajuan ilmu pengetahuan dan teknologi mengandung masalah multidimensi yang belum pernah muncul dan dialami pada abad-abad sebelumnya. Kehampaan spiritual, krisis makna hidup, bertindak menuruti hawa nafsunya, sehingga terjadi eksploitasi alam besar-besaran, krisis ekonomi yang semakin sering, serta praktek bisnis yang didasarkan untuk mengkapitalisasi modal sebesar-besarnya dengan segala cara. Modernisasi membuat ketimpangan antara kemajuan ruhani dan jasad atau materi. Sehingga tidak mengherankan jika sebagian besar manusia modern saat ini yang dikejar adalah materi karena memang grand desain dari modernitas adalah materialisme, juga tidak mengherankan jika manusia saat ini kemudian merasa hampa spiritualitas karena memang spiritualitas tidak digunakan dalam pengembangan ilmu pengetahuan dan teknologi.
Para karyawan dan pengusaha yang mengejar keuntungan setinggi-tingginya dengan menempuh segala cara tersebut bisa dikatakan, merekalah korban dari modernisasi sesungguhnya, mereka akan terus mengakumulasi capital hingga nantinya akan sampai pada suatu titik kesadaran bahwa apa yang dia kejar selama ini tidak memberikan kebahagiaan hidup yang sesungguhnya. Sedangkan para karyawan yang menghiasi aktivitas kerjanya dengan kegiatan kegiatan keagamaan, dan kerohanian adalah mereka yang sadar atau secara naluriah menyadari kebutuhan terhadap spiritualitas disamping kebutuhan materi.
Spiritualitas dalam bekerja dan berusaha
Spritualitas adalah bawaan atau fitrah manusia untuk berhubungan, tunduk, patuh, dan taat, dengan zat yang lebih besar dari dirinya, yang digunakan untuk memenuhi kebutuhan transendensi atau bersandar dalam segala hal, jika ditelusuri maka akan sampai kepada Tuhan Yang Maha Esa. Untuk mendapatkan kebahagiaan maka manusia dalam berusaha untuk mencukupi kebutuhan hidupnya harus senantiasa merasakan kehadiran Tuhan setiap saat. Maka muara dari spiritualisme adalah semua yang difirmankan Tuhan dalam kitab suci-Nya yang disampaikan melalui Rasul-Nya. Dalam spiritualitas Islam hal tersebut tercantum sangat gamblang seperti dalam kutipan terjemahan ayat Al Quran di atas.
Iman Ar Razi menyapkaikan dalam Kitab Mafatihul Gaib menjelaskan bahwa yang dimaksud dalam ayat ini adalah merupakan petunjuk bagi manusia untuk bersungguh-sungguh dalam berbuat untuk masadepannya karena semuanya akan mendapatkan haknya di dunia maupun di akhirat. Di dunia, segala yang dia upayakan akan disaksilakn oleh Allah, Rasul-Nya dan orang-orang mukmin. Jika berupa ketaatan maka ia akan mendapatkan pujuan dan pahala yang besar di dunia dan akhirat. Namun jika dalam upayanya tersebut berupa kemaksiatan ia akan mendapatkan kehinaan di dunia dan siksaan pedih di akhirat.
Syaikh Rasyid Ridha dalam Tafsir Al Mannar merenagkan bahwa makna ayat tersebut adalah: Wahai Nabi, katakanlah kepada mereka, bekerjalah untuk dunia, akhirat, diri, dan yang menjadi tanggungjawabmu. Karena yang dinilai adalah pekerjaanmu, bukan alas an yang dicari-cari, bukan juga pengakuan bahwa Anda telah berusaha secara maksimal, Kebaikan di dunia dan akhirat pada hakikatnya tergantung pada perbuatan Anda. Allah mengetahui sekecil apapun dari perbuatan tersebut, maka Allah menyaksikan apa yang Anda kalukan dari kebaikan maupun keburukan. Karenanya, Anda harus senantiasa waspada akan kesaksial Allah Swt, baik itu berupa amal maupun niat, tidak ada yang terlewatkan. Semuanya tampak bagi-Nya. Oleh sebab itu anda harus senantianya menyempurnakannya (itqan), ikhlas, dan mengikuti petunjuk-Nya dalam menjalankan ketatan sekecil apapun.
Jadi di dalam spiritualitas islam, bekerja dan berusaha bukan semata-mata untuk mendapatkan penghasilan, tetapi merupakan bentuk ketaatan kepada Tuhan yang memiliki kedudukan yang tinggi dan nilai yang mulia. Karena setiap usahanya, keringat yang dia keluarkan disaksikan oleh Allah Swt, Rasul-Nya, dan orang mukmin, dan kita akan nantinya akan diberi balasan baik di dunia dan di akhirat. Jika manusia memiliki spiritualitas yang tinggi maka manusia akan melihat buahnya yakni akhlaq atau etika yang baik dengan sesama manusia, hewan, tumbuh-tumbuhan dan lingkungan.
Spiritual company
Kemudian apa yang disebut sebagai spiritual company? Pada hakikatnya sebuah perusahaan merupakan sebuah organisasi yang didalamnya terdiri dari sekumpulan orang yang dipimpin oleh seseorang untuk mencapai tujuan tertentu. Cara yang paling mudah dipahami agar sebuah perusahaan akan memiliki karaterisitik spiritualitas yang tinggi adalah menjadikan semua karyawan memiliki tingkat spiritualitas yang tinggi pula, maka otomatis setiap aktivitas perusahaan akan diwarnai etika yang baik. Namun jika langkah ini susah ditempuh maka pemimpin perusahan haruslah menjadi poinir dalam menerapkan nilai-nilai transcendental ke dalam perusahaan melalui aktivitas rutin maupun program-program kegiatan perusahaan sehingga membuahkan etika yang baik terhadap para karyawan, masyarakat sekitar dan lingkungan. Ketika berusahaan menjalankan etika bisnis yang baik maka manfaatnya akan sangat besar bagi perusahan untuk tumbuh dan berkembang. Studi yang dilakukan oleh Prof. Curtis Verschoor yang dipublikasikan di Management Accounting menemukan fakta bahwa perusahaan yang memiliki komitmen jelas terhadap prinsip etis dalam berbisnis memiliki kinerja keuangan yang lebih baik dibanding perusahaan yang tidak menjadikan etika bisnis sebagai komponen kunci dalam pengelolaan perusahaan. Dalam penelitian yang dilakukan oleh McKinsey and Co di Australia menunjukkan bahwa perusahaan yang menerapkan program yang di dalamnya menggunakan spiritualitas memiliki tingkat produktivitas yang tinggi dan turnover yang rendah. Bahkan penelitian yang dilakukan oleh Prof. Ian I. Mitroff menemukan bahwa Spiritualitas akan menjadi the ultimate competitive advantage.
Beberapa nilai-nilai kunci dari spiritualitas dalam bisnis adalah integritas, akuntabilitas, kualitas, kerjasama, pelayanan prima, respek, keadilan. Integritas adalah kesatuan antara perkataan dan perbuata, antara kata dan laku. Akuntabilitas adalah kemampuan untuk mempertanggungjawabkan setiap tindakan, produk, maupun laporan. Kualitas adalah komitmen untuk memproduksi barang dengan mutu sesuai yang telah disepakati. Kerjasama adalah kemampuan untuk bekerja sama dengan harmonis untuk menjapai tujuan tertentu. Pelayanan prima adalah kemampuan memberikan pelayanan yang berkualitas secara terus menerus. Respek adalah menghormati semua pihak tanpa membeda-bedakan. Keadilan adalah memperlakukan setiap orang sesuai dengan haknya. Perusahaan mampu meningkatkan kinerjanya adalah perusahaan yang benar-benar menerapkan nilai-nilai kunci spiritualitas di atas secara konsisten. Bukan hanya menjadi jargon semata tetapi memang menjadi jiwa dalam melakukan seluruh aktivitas perusahaan. Bagaimana pendapat anda?
No comments:
Post a Comment