Munculnya era learning revolution
Mungkin tidak banyak yang menyadari bahwa saat ini tengah
terus berlangsung perubahan besar dalam kehidupan manusia, yakni perubahan era
industry ke era informasi/pengetahuan. Entah sampai kapan proses perubahan ini
akan berakhir. Perubahan yang besarnya
mungkin hampir menyamai perubahan yang diakibatkan oleh revolusi industri yang
terjadi pada akhir abad ke 19, yaitu dari yang era masyarakat agraris (agricultural society) yang kemudian
berubah ke masyarakat era industry (industrial age) atau yang lebih dikenal
sebagai masa era revolusi industri. Era
industry dimulai dengan ditandai oleh ditemukannya mesin uap sehingga proses
produksi yang sebelumnya bersifat rumahan dan memiliki skala usaha yang kecil
berubah menjadi bersifat pabrikan dan mass
production atau berskala besar. Pada saat itu perubahan yang terjadi hampi
meliputi segala sendi masyarakat baik itu ekonomi, social, politik, dan budaya.
Perubahan yang terjadi saat ini juga
hamper sama yakni perubahan dari era
industri ke era post industry atau era
pengetahuan/informasi, meminjam istilah yang dikemukakan Alvin Tofler dalam
bukunya The Third Wave. Penulis juga
termasuk salah seorang yang tidak menyadari hal ini sampai seorang pemikir manajemen, Daniel H,
Kim, menya takan dalam suatu konferensi Human Capital Management di Singapura
2012 tahun lalu. Begitu banyak tanda-tandanya yang telah muncul saat ini
sehingga saya merasa penting untuk menuliskannya agar kita sama-sama paham dan
mampu menyikapinya secara cerdas
Alvin Toffler pada tahun 1980 meramalkan bahwa gelombang
ketiga dari perubahan lingkungan social umat manusia akan segera terjadi secara
mendunia, perubahan dari era industry ke era pengetahuan/informasi. Perubahan
tersebut akan ditandai bergesernya peta kekuatan dunia dari negara yang
memiliki industry yang massif ke negara yang memiliki industry dengan basis
ilmu pengetahuan dan informasi yang maju . Negara yang memiliki basis pengetahuan dan informasi
yang tinggi tidak otomatis menjadi neara yang kuat tetapi dengan pengtahuan dan
informasi tersebut mereka bisa terus belajar oleh sebab itu era pengtahuan dan
informasi tersebut juga disebut sebagai era pembelajaran (leraning era/learning revolution) dimana terjadi ledakan proses
pembelajaran karena semakin terbukanya akses ilmu pengetahuan dan informs melalui
media internet. Perubahan era tersebut kemudian juga diikuti dengan perubahan mental
model masyarakat yang sangat berbeda dengan mental model yang ada dalam
masyarakat era industri. Agar memiliki pemahaman yang sama maka saya kutipkan
definisi dari mental model. Mental model
adalah cara pandang manusia mengenai
bagaimana antar komponen dalam
lingkungan nyata ini saling berhubungan atau memiliki keterkaitan.
Pemahaman mengenai mental model ini akan membantu untuk memprediksi perilaku dan menyusun pendekatan untuk memecahkan masalah.
Daniel H. Kim,cofounder
Pegasus Communication, mengatakan bahwa perubahan mental model dari era
industry ke era pengetahuan meliputi hampir semua aspek dalam bisnis. Mulai
dari pemahaman mengenai bisnis, asumsi dasar, tujuan dari proses produksi,
sumber motivasi, sampai pendekatan yang
efektif digunakan. Tabel berikut ini dapat menggambarkan perubahan mental model
apa saja yang terjadi. menyelesaiakan tugasnya sendiri. Kehadiran karyawan dikantor dapat
dirancang sedemikian ruap sesuai dengan karakteristik bisnis tetapi tetap
mengedepankan fleksibilitas.
Pada aspek pemahaman mengenai varias dalam produk yang di hasilkan,
paradigma di era industri adalah variasi produk kalau bisa dieliminasi karena
yang dibutuhkan adalah produk yang seragam, memproduksi produk yang seragam
dalam skala besar akan lebih cepat dan lebih efisien. Jika terjadi efisiensi
maka daya saing produk menjadi tinggi. Tetapi dalam era learning revolution, variasi
produk dipahami sebagai sesuatu yang natural dan merupakan sumber kreativitas dan
inovasi. Kebutuhan akan produk yang bervariasi adalah sebuah kebutuhan alamiah
karena memang pada kenyataanyya selera konsumen juga berbeda beda. Sehingga
kebutuhan yang berbeda0beda tersebut sebetulnya bukan merupakan halangan tetapi
justru menjadi sumber kreatifitas dan inovasi.
Pada aspek tujuan akhir dalam proses produksi, dalam era industry tujuan memproduksi barang dan jasa adalah
memproduksi secara konsisten produk yang telah terstandardisasi dan sedapat
mungkin dieliminasi product yang mengalami defect. Sedangkan dalam era pembelajaran
tujuan akhirnya adalah bahwa setiap bagian atau pekerja tidak dituntut untuk
memberikan kontribusi yang seragam ataupun standard tetapi lebih kepada
bagaimana setiap bagian dan pekerja dapat memberikan kontribusi yang maksimal
sesuai kemampuannya. Sebagai contoh dalam produksi mobil, pada dasawarsa yang
lalu model mobil yang tawarkan di masal jumlahnya sangat terbatas, tetapi pada
akhir-akhir ini kita bisa lihat setiap produse mobil paling tidak mengeluarkan
model terbaru setiap tahun dan melakukan upgrade atau modifikasi dari model
yang sudah ada. Dengan contoh ini terlihat bahwa setiap bagian dari perusahaan
didorong untuk memberikan kontribusi yang maksimal sesuai porsinya dengan
tujuan akhir meningkatkan daya saing perusahaan.
Pada aspek motivasi , di era industrialis, motivasi datang dari luar,
disuplai dari eksternal. Orang akan termotivasi karena ada rangsangan dari luar
dalam bentuk reward. Sedangkan dalam
era learning revolution, sumber
motivasi berasal dari dalam diri. Perasaan dimanusiakan dan kebebasan untuk
aktualisasi diri merupakan sumber motivasi para era ini. Cara pandang ini akan
menjelaskan fenomena para pekerja saat
ini yang sangat mudah untuk berpindah-pindah pekerjaan dikarenakan alasan yang
sifatnya non material. Perusahaan perlu mengembangkan mekanisme recognition
yang bervariasi untuk membangkitkan motivasi dari dalam diri.
Pada aspek kecenderungan alami, maka yang akan terjadi adalah bahwa mental
model era industrialis akan semain rapuh dan kemudian hilang , tetapi ketika
suatu masyarakat yang mengadopsi pandangan era pembelajaran akan mampu
melakukan self organizing dan self renewing dan akan menjadimotor
kemajuan di masa yang akan datang. Pada aspek ekonomi akan terjadi perubahan dari
mass
production akan bergeser menjadi mass
customization. Contoh dari mass costumization adalah produksi mobil dimana
calon pelanggan bisa memilih sendiri spesifikasi yang diinginkan dan warna yang
disukai. Produk yang dihasilkan nantinya akan sesuai denga keinginan konsumen. Istilah
dalam industry otomotif adalah made to order. Sudah ada beberapa pabrikan mobil
yang mengadopsi cara ini sepert BMW dan Mini Cooper. Pada aspek pendekatan
bisnis secara umum juga mengalami pergeseran dari semula yang sifatnya reduksionis
menjadi holistik. Reduksionis dipahami sebagai keseluruhan
yang merupakan jumlah dari bagian-bagiannya dan dapat dipahami dengan
memecahnya menjadi bagian-bagian . contohnya adalah industry tekstil. Kita akan
memahami bisnis tersebut jika memecahnya menjadi bagian bagian . Sedangkan
pendekatan holistik adalah bagian bisnis hanya dapat dipahami dalam konteks
dari keseluruhan, yang melampaui penjumlahan dari bagian-bagian melampaui jumlah dari bagian. Contohnya
adalah produk server IBM yang sering kita lihat di koran atau majalah. Produk
tersebut merupakan bagian dari bisnis IMB yang terdiri dari perangkat lunak,
PC, printing product, storage, dan pengelolaan sumberdaya informasi lainnya
yang kemudian ketika kita gabungkan baru akan memahami bisnis apa yang
dilakukan oleh IBM yakni making world
smarter. Era learning revolution
ini akan mentransformasi masyarakat kea rah yang lebih maju dalam aspek teknologi
mauapun kehidupan social.
Servant
Leadership pada era learning revolution
Dengan
kondisi perubahan yang terjadi pada era learning
revolution ini maka kemudian timbul pertanyaan, dalam konteks organisasi,
tipe kepemimpinan apa yang paling tepat
untuk mengelola era ini? Daniel H. Kim mengajukan hipotesis bahwa yang pola
pendekatan kepemimpinan yang paling tepat adalah servant leadership. Sebetulnya konsep ini sudah muncul sejak tahun
1970an. Ketika dicoba untuk dikelompokkan maka servant leadership ini termasuk
kelompok tipe kepemimpinan yang mana?
Secara
umum pola kepemimpinan dapat dikategorikan menjadi tiga. Pertama adalah autocratic, yaitu gaya kepemimpinan yang
mensyaratkan tugas masing-masing bagian atau posisi secara jelas dan kemudian
akan menjadi dasar dalam memonitor pelaksanaan dan hasil. Dalam gaya
kepemimpinan ini keputusan merupakan tanggungjawab pimpinan, bawahan sifatnya
membantu tugas pimpinan untuk mencapai tujuan yang diharapkan. Kedua adalah gaya
kepemimpinan partisipatif, ciri gaya kepemimpina ini adalah sikapnya yang senantiasa melibatkan bawahan dalam mengambil keputusan. Banyak tugas dan
tanggungjawab yang akhirnya di delegasikan kepada bawahannya. Hal ini didasari
keyakinan bahwa ketika bawahan dilibatkan untuk mengabil keputusan maka daya
dukung mereka nantinya akan sangat penting bagi implementasi dari keputusan
yang diambil. Sedangkan yang ketiga adalah laissez
faire, gaya kepemimpinan yang membebaskan bawahannya untuk melakukan segala
sesuatu. Dalam kenyataannya gaya kepemimpinan yang ketiga ini sangat sedikit dipraktekkan.
Berdasarkan
ketiga pola kepemimpinan tersebut maka servant
leadership lebih pas dimasukan ke dalam kategori gaya kepemimpinan
partisipatif karena prioritas utama dari seorang servant leader adalah mendorong, mendukung, dan menjadikan bawahan
mampu mengeluarkan semua potensi dan
kemampuan yang dimilikinya. Hal ini menyebabkan terjadinya pendelegasian tanggungjawab kepada bawahan dan senantiasa melibatkan mereka dalam setiap
pengambilan keputusan. Model partisipatif ini merupakan model yang memungkinkan
terciptanya kinerja dan kepuasan karyawan yang tinggi. Pendekatan servant leadership akan merubah pola
hubungan atasan bawahan yang cenderung formal menjadi lebih kolegial seperti sebuah tim sepakbola yang memiliki
tujuan yang sama yakni memenangkan pertandingan. Kemudian untuk mengetahui bahwa seseorang
memiliki potensi sebagai seorang servant leader bagaimana? Para pemikir
kepemimpinan telah sepakat bahwa seorang servant
leader adalah orang yang memiliki paling tidak sebagian besar dari karakteristik
kepemimpinan seperti di bawah ini. Pertama adalah listening, yaitu kebiasaan mendengarkan ide, pendapat, dan gagasan
dari orang lain secara efektif. Kemampuan mendengarkan ini sangat penting
karena akan mendapat berbagai maca masukan dari sudut pandang yang berbeda,
sehingga keputusan yang akan diambil akan lebih berkualitas. Kedua adalah empathy, yaitu kebiasaan untuk memahami
apa yang dirasakan dan sudut pandang
orang lain. Orang dengan empati yang tinggi akan senantiasa menempatkan
dirinya dalam perasan dan perspektif dari orang atau bawahannya ketika akan
melakukan tindakan. Ketiga adalah healing, yaitu kebiasan untuk untuk menumbuhkan kesehatan
mental, emosional, dan spiritual orang lain atau dengan kata lain memberikan
pencerahan kepada setiap orang.dalam setiap kesempatan seorang servant leader
akan senantiasa memberikan pandangan yang tulus, dorongan motivasi, dan
mengingatkan mengenia nilai-nilai spiritualitas yang hendaknya menjadi
pembimbing dalam menjalani aktivitas sehari-hari. Sehingga kehadirannya akan
memberikan kesejukan bagi lingkungan sekitarnya dan sekaligus menjadi sumber
motivasi. Keempat adalah awareness, yaitu memahami nilai-nilai,
perasaaan, kekuatan, dan kelemahan bawahan ataupun orang lain atau dengan kata
lain memiliki kepedulian yang tinggi.
Kelima adalah persuasi, yaitu membujuk orang lain untuk meakukan sesuatu
yang dikehendaki terkati dengan pencapaian target pekerjaan sehingga orang
tidak sadar bahwa dirinya melakukan tugas karena persuasi dari pimpinannya.
Kemampuan ini butuh proses pembelajaran dan praktik yang panjang. Keenam adalah
konseptualisasi, yaitu kemampuan untuk mengintegrasikan kondisi saat ini dengan
peluang yang akan muncul di masa yang akan datang. Seorang servant leader mampu
membaca situasi dan kondisi saat ini secar a jerni dan kemudian memproyeksikan
kea rah masa depan sehingga akan tampak peluang yang akan mungkin bisa diraih. Ketujuh
adalah foresight, yaitu kemampuan
untuk mengetahui kebutuhan organisasi di masa yang akan datang. Karena memiliki
kemampuan untuk membayakan kodisi di masa yang akan datang maka dia bisa
menentukan kebutuhan yang diperlukan untuk mencapai visinya tersebut. Kedelapan
adalah stewardship, adalah jiwa
melayani kepada setiap karyawan yang berkontribusi terhadap pencapaian sasaran
perusahaan. Kesembilan adalah komintmen untuk mengembangkan karyawan. Kesepuluh
adalah building community, yaitu
membantu untuk membangun semangat untuk berkomunitas antar bawahan. Semangat
berkomunitas adalah semangat untuk saling membantu dan menghargai karena ada
rasa saling ketergantungan dan saling membutuhkan.
Karakteristik
servant leadership yang telah dijelaskan di atas merupakan pola kepemimpinan
partisipatif yang dibutuhkan untuk mengelola bisnis pada era pembelajaran saat
ini. Pimpinan perusahaan tidak bisa lagi mempertahankan tipe kepemimpina autocratic karena akan menghambat
karyawan mengeloarkan potensi dan kemampuan meraka yang maksimal dan juga akan
menurunkan tingkat kepuasan karyawan. Pola kepemimpinan laissez faire juga
tidak bisa digunakan karena akan menjadikan organisasi menjadi anarchy.
No comments:
Post a Comment