Thursday, February 6, 2014

Menimbang Strategi Kompensasi Berbasis Kinerja untuk Industri Perkebunan Indonesia (Bagian 1)


Kondisi perekonomian dunia yang lesu sejak tahun lalu berimbas cukup signifikan terhadap industri perkebunan Indonesia. Lesunya perekonomian negara-negara Eropa dan Amerika, akibat krisis ekonomi, menyebabkan turunnya harga  komoditas dan permintaan produksi perkebunan kelapa sawit, karet, the, yang dihasilkan oleh perusahaan perkebunan dalam negeri. Penurunan permintaan tersebut tentu saja berdampak pada penurunan volume ekspor dan juga tingkat harga jual komoditas dalam negeri maupun luar negeri. Sebagai contoh adalah CPO, komoditas ini sebagian besar di ekspor ke luar negeri dan besaran tingkat harga sangat dipengaruhi oleh permintaan dan penawaran pasar internasional. Kemudian gula, walaupun hamper semua produksi gula digunakan untuk konsumsi dalam negeri tetapi besaran tingkat harga juga dipengaruhi oleh perdagangan internasional karena suplai dalam negeri masih ditopang oleh gula impor.
 Kondisi penurunan permintaan dan besaran tingkat harga tersebut  sangat memukul perusahaan-perusahaan perkebunan. Mereka mengalami kerugian yang cukup besar dari penjualan komoditas yang mereka hasilkan  kaena permintaan dan tingkat harga tidak sesua dengan yang diharapkan. Tetapi kabar yang cukup menggembirakan adalah kondisi ini diprediksi oleh para ekonomtidak akan berlangsung lama, karena pada akhir tahun ini saja perekonomian Amerika telah berangsur pulih kembali dan  diharapkan kondisi yang sama akan terjadi pada perekonomian Eropa tahun depan.
Di dalam negeri perekonomian Indonesia terus mengalami pertumbuhan yang cukup tinggi selama beberapa tahun ini. Rata-rata pertumbuhan perekonomian Indonesia sebesar 6% per tahun dan tetap stabil walaupun ekonomi dunia mengalami kelesuan. Perekonomian Indonesia dapat terus tumbuh salah satu faktor utamanya adalah tingkat konsumsi domestik yang besar. Produksi yang dihasilkan sebagain besar dapat diserap oleh pasar domestic sehingga perusahan-perusahaan dapat terhindar dari kerugian akibat perekonomian dunia yang lesu. Tetapi dampak dari pertumbuhan ekonomi  tersebut adalah para pekerja meminta perusahaan untuk menaikkan upah mereka sehingga kue yang didapat dari pertumbuhan ekonomi tersebut juga mereka rasakan.
Upah pekerja setiap tahun senantiasa mengalami kenaikan untuk mengimbangi dengan tingginya angka inflasi. Tercatat sejak tahun 2010-2013 secara berturut turut  sebesar 4,5 %, 8,9%, 10,6%, 18%. Tetapi angka tersebut adalah angka rata rata dari kenaikan upah minimum di setiap daerah. Jika kita merujuk data yang dimiliki oleh BPS maka akan kita dapatkan angka kenaikan upah minimum yang bervariasi dari setiap daerah.  Sebagai contoh upah minimum DKI tahun 2013 naik kurang lebih 30% jauh lebih tinggi dibanding rata rata kenaikan tahun 2013 yang sebesar 18%. Tentu saja kondisi ini kurang menguntungkan bagi industri perkebunan, karena trend kenaikan pendapatan cenderung fluktuatif dan sangat tergantung oleh faktor eksternal sedangkan kenaikan upah akan senantiasa terjadi setiap tahun. Apalagi ditambah karakteristik dari industri perkebunan yang padat karya, kenaikan upah akan sangat mempengaruhi harga pokok produksi perusahaan. Kondisi ini membuat cemas perusahaan perkebunan karena biaya tetap yang harus dikeluarkan untuk upah dan gaji tenaga kerja akan semakin besar dari tahun ke tahun. Yang dikhawatirkan adalah biaya pokok produksi akan berada pada titik yang hamper sama dengan harga jual atau justru lebih tinggi, jika kondisi tersebut terjadi maka perusahaan akan mengalami kerugian. Pertanyaan yang muncul kemudian adalah bagaimana strategi kompensasi perusahaan menyikapi kondisi tersebut? Berlanjut di Bagian 2.

No comments:

Post a Comment