Thursday, February 6, 2014

Menimbang Strategi Kompensasi Berbasis Kinerja untuk Industri Perkebunan Indonesia (Bagian 2, Habis)

Reward secara holistic

Sebelum kita membicarakan mengenai strategi kompensasi yang tepat ada baiknya kita mengingat kembali mengenai konsep reward secara holistic. Pada dasarnya rewards yang diberikan perusahaan dapat dikategorikan menjadi tiga bagian. Pertama adalah kompensasi/remunerasi langsung, semua yang diberikan perusahaan kepada karyawan yang sifatnya tangible disebut sebagai kompensasi seperti: upah, gaji, uang lembur, lump sum, insentif jangka pendek (triwulan, semsteran), insentif jangka panjang (bonus, tanciem), dan cash profit sharing. Kedua adalah benefits yang merupakan kompensasi tidak langsung, yang dimaksud adalah semua yang diberikan perusahaan kepada karyawan yang dapat dinilai tetapi biasanya tidak diterimakan langsung atau rutin seperti: jaminan pension, jaminan kesehatan, santunan hari tua (SHT), asuransi pendapatan, santuan kematian, program work-life balance, dan kebijakan SDM lainnya (beban kerja, tekanan pekerjaan, waktu luang, fleksible work hours). Ketiga adalah juga bentuk dari kompensasi tidak langsung yakni kesempatan untuk mengembangkan karir seperti: pengembangan kompetensi melalui training dan pola pengembangan lainnya, promosi karir, jaminan stabilitas pekerjaan, dan kualitas kehidupan kerja yang baik. 



Dari penjelasan dan bagan di samping terlihat bahwa sebetulnya kalau kita akan merumuskan strategi kompensasi yang tepat maka perlu dilihat kembali sejauh mana perusahaan telah memberikan benefit dan kesempatan untuk pengembangan karir. Pada tahun 2013 yang lalu Lembaga Pendidikan perkebunan  (LPP) telah melakukan salary survey. Salah satu hasil yang didapat dari survey tersebut adalah bahwa selain gaji atau upah yang sidafnya tetap, perusahaan juga memberikan berbagai benefit yang kalau dijumlah secara keseluruhan terdapat  38 jenis benefit. Dari 38 jenis tersebut ada salah satu perusahaan yang memberikan benefit kepada karyawan sebanyak 30 jenis yang sebagian besar berupa tunjangan yang diterimakan secara tetap setiap bulan dan bentuk tunai. Inilah salah satu sebab mengapa biaya SDM memiliki prosentase yang besar dalam harga pokok produksi dan trend kenaikannya cenderung lebih besar daripada trend kenaikan produktivitas kerja. Setiap kenaikan gaji akan diikuti dengan kenaikan besaran tunjangan lain dan hamper sebagian besar merupakan biaya tetap yang harus dikeluarkan setiap bulannya.
Mencermati tuntutan karyawan yang menginginkan kenaikan upah setiap tahunnya maka kenaikan biaya tenaga kerja memang tidak bisa dihindari, tetapi sebetulnya bisa dikelola dengan baik sehingga kenaikan biaya tenaga kerja dapat diimbangi dengan kenaikan produktivtas kerja atau dengan kata lain perusahaan dapat menerapkan strategi kompensasi yang mengkaitkan dengan kinerja karyawan.. Dengan strategi tersebut karyawan akan menerima pendapatan sesuai dengan kontribusinya terhadap mencapapaian sasaran perusahaan. Jika hal tersebut bisa dilakukan maka proses bisnis perusahaan akan terdorong untuk lebih efektif dan efisien.  Jika proses bisnis perusahaan dapat berjalan efektif dan efisien di seluruh lini maka bisa dipastikan perusahan tersebut akan tahan terhadap perubahan dinamika lingkungan bisnis dan akan tetap mampu bertahan dalam kondisi bisnis yang kurang baik serta dapat tetap tumbuh dan berkembang ketika mendapat kesempatan yang baik.
Agar upah yang diberkan kepada karyawan memilik dampak pada peningkatan produktivitas kerja serta meningkatkan efektivitas dan efisiensi proses bisnis perusahaan maka perlu didorong  agar tunjangan, insentif dan benefits lain yang sifatnya diterimakan tetap dapat diubah menjadi bersifat variable. Maksudnya adalah segala macam tunjangan, insentif dan benefits lainnya yang terkait dengan kontribusi pencapapaian sasaran perusahaan diberikan sesuai dengan konribusi karyawan dalam mencapai sasaran. Contohnya adalah insentif jangka pendek, biasanya insentif ini diberikan secara periodic triwulanan atau semesteran. Jadi setiap triwulan maka unti kerja atau karyawan akan dievaluasi kinerjanya dengan dibandingkan dengan target yang telah ditetapkan oleh perusahaan. Hasil dari evaluasi itulah yang akan menjadi dasar dalam pemberian insentif.

Strategi kompensasi berbasis kinerja
Perusahaan perlu menyadari bahwa karyawan memiliki kebutuhan yang berbeda beda. Merupakan fakta yang sulti dibantah bahwa setiap karyawan memiliki keperibadian, kemampuan , values, dan kebutuhan yang berbeda beda. Oleh sebab itu pemberian kompensasi yang seragam tanpa memperhatikan keanekaragaman karyawan menjadi sulit diterima, logika yang bisa diterima adalah bahwa pendapatan yang diterima karyawan berbanding lurus dengan besarnya kontribusi yang diberikan karyawan terhadap perusahaan. Semakin besar kontribusi yang diberikan akan semakin besar pula kompensasi yang akan dia dapatkan.  Kemudian perlu juga disadari bahwa setiap karyawan memberikan rekasi yang berbeda beda dari setiap kebijakan kompensasi yang diberikan. Karyawan mungkin akan sangat sensitive jika gajinya tidak dinaikkan minimal sesuai dengan kenaikan upah minimum kabupaten, tetap agak abai jika berbagai tunjangan yang ada  disesuaikan dengan beban dan tanggungjawab masing-masing pemegang jabatan.  Oleh karena itu perusahaan dalam mengembangkan strategi kompensasi perlu mempertimbangkan keanekaragaman sikap dan reaksi karyawan ini sehingga formula yang ditawarkan dapat pas dengan kebutuhan karyawan sehingga dapat memotivasi mereka untuk lebih giat bekerja dan memberikan kontribusi yang besar kepada perusahaan.
Jika kompensasi dikaitkan dengan kinerja maka bentuk yang paing tepat adalah pemberian insentif. Insentif dalam hal ini dapat digologkan menjadi dua tipe. Pertama adalah insentif yang diberikan kepada unit usaha atau bagian bedasarkan kontribusinya terhadap kinerja perusahaan. Biasanya untuk mengukur kontribusi kepada perusahaan dapat dilihat dari pencapaian target kinerja unit atau bagian. Secara umum akan didapat tiga kondisi, yang pencapaian kinerjanya dibawah target, kemudian yang mencapai target, dan yang terakhir adalah yang  pencapaian kinerjanya melebihi target perusahaan. Masing masing akan mendapatkan insentif kelompok yang berbeda. Insentif ini bisa diberikan setiap triwulan atau semesteran. Besaran yang diterimakan sesuai dengan  pencapaian target setiap bulannya atau periode tertentu. Kedua adalah insentif untuk individu, hamper sama dengan insentif yang diberikan kepada unit usaha atau bagian, insentif ini diberikan berdasarkan tingkat produktivitas karyawan dan diberikan hanya satu tahun sekali setelah dilakukannya penilaian kinerja. Bentuk insentif inividu yang lain adalah premi (piece work plan), insentif ini diberikan kepada karyawan langsung tunai berdasarkan kelebihan volume produksi yang bisa dihasilkan. Contohnya adalah premi untuk pemanen sawit , penyadap karet, dan pemetik the. Terkait dengan insentif atau tunjangan yang sudah ada saat ini maka manajemen perlu meninjau ulang apakah tunjangan tersebut dapat disederhanakan dan diubah menjadi bersifat variable.
Kendala yang akan muncul jika perusahaan akan menerapkan pay for performance ini adalah sulitnya mengkuru kinerja yang objektif. Saat ini tools yang banyak diadopsi untuk mengembangkan indicator kinerja yang objektif adalah Balanced Scorecard (BSC). Tools ini dapat mengembangkan indicator yang objektif dan terkati dengan indicator kesuksesan perusahaan. Tetapi dari beberapa perusahaan yang sudah mulai menerapkan ditemukan banyak kesulitan karena melibatkan penggunakaan data yang ekstensif. Masalah kedua yang seringkali mucul adalah seberapa besar insentif yang akan ditawarkan, karena insnetif ini jika akan diberikan secara periodic dalam satu tahun maka harus dianggarkan ke dalam anggaran tahunan perusahaan, dan biasanya nominalnya cukup besar. Hanya perusahaan yang memiliki kemampuan finansial yang kuat saja yang berani mengaggarkan insentif di depan, karena biasanya pembayaran hasil penjulalan komoditas perkebunan memakai sistem jatuh tempo, tidak langsung dibayarkan ketika transaksi telah dilakukan.
Strategi kompensasi dengan berbasiskan kinerja adalah salah satu upaya agar perusahaan dapat terus survive dan tumbuh besar, karena saat ini tekanan besarnya biaya SDM sudah dirasakan hamper semua perusahaan perkebunan. Disamping itu yang juga perlu diperhatikan adalah bahwa persepsi mengenai fairness dan kesetaraan perlakuan gaji atau pun insentif antar karyawan juga perlu diperhatikan, sehingga jangan sampai penerapan strategi kompensasi berbasis kinerja ini justru akan melemahkan motivasi kerja dan mentalitas untuk berusaha semaksimal mungkin. Diharapkan dengan strategi yang tepat pengusaha dapat senantiasa menyesuaikan kenaikan upah sesuai dengan yang ditetapkan pemerintah tetapi juga bisa tetap beradaptasi dengan dinamika lingkungan bisnis yang cenderung tidak pasti.

No comments:

Post a Comment