http://www.gatra.com/terpopuler/46-ekonomi/6210-pro-kontra-revolusi-bumn
Tak pelak lagi, aksi Dahlan membenahi jajaran BUMN seperti
melancarkan "revolusi" perusahaan pelat merah ini. Pro dan kontra pun
muncul. Kepmen 236 itu ditanggapi secara beragam oleh para komisaris di
lingkungan BUMN. "Mereka terbagi dalam tiga kelompok," kata Muhammad
Said Didu, Komisaris Merpati Nusantara.
Kelompok pertama adalah komisaris yang siap menjalankan amanat itu.
Kelompok kedua yang mencari-cari kesempatan, dan ketiga yang cuek saja.
Kepmen 236 itu, lanjut Said, juga bisa disebut kepmen ''uji nyali''.
''Yang punya nyali oke, jalan terus, yang tak punya nyali, ya, keluar
dari BUMN,'' ia menambahkan.
Sebagai komisaris, Said Didu
mengingatkan sesama komisaris BUMN untuk menyikapi kepmen itu dengan
hati-hati. Sebelum ini, pihak-pihak yang ingin mengintervensi BUMN
melakukannya dengan cara menempatkan orangnya sebagai deputi Menteri
BUMN. ''Sekarang mereka akan masuk melalui komisaris dan direksi,''
katanya. Dengan kewenangan yang bertambah besar, komisaris yang tidak
tahan terhadap rayuan bisa terjebak dalam pusaran korupsi.
Titik
rawan yang bisa dimasuki kepentingan jahat, kata Said, misalnya dalam
pelimpahan wewenang pelepasan aset. ''Saya alami betul, banyak orang
yang menekan untuk melepas aset. Di semua bidang usaha, tanah, besi, dan
lainnya,'' ujar mantan Sekretaris Menteri BUMN itu. Titik rawan lain
adalah kewenangan melakukan kerja sama operasi. ''Untuk dua titik rawan
itu, orang mau intervensi,'' katanya.
Namun membuat komisaris
bekerja sesuai dengan kepmen itu sebenarnya tidak mudah. ''Selama masih
ada kepentingan yang melekat pada masing-masing komisaris, kepmen itu
menjadi tak berguna,'' kata Joko BUMN. Ia seorang pejabat senior di
perusahaan BUMN terbesar yang meminta namanya disamarkan. Sebab
keputusan komisaris bersifat kolegial. ''Satu atau dua tak setuju, ya,
aksi korporasi yang dimintakan persetujuan kepada komisaris tak akan
jalan,'' Joko menegaskan.
Bagaimana mengatasi komisaris licik
seperti ini? Solusinya ada dua. Dahlan memetakan visi setiap komisaris
di BUMN. ''Yang visinya tidak membela perusahaan dan tidak untuk
kepentingan bangsa, ya, diganti dengan komisaris yang bervisi sama untuk
negara,'' katanya. Dengan cara ini, persetujuan yang diminta direksi
segera bisa dieksekusi, baik itu diterima maupun ditolak.
Solusi
kedua, seandainya tidak ada pergantian komisaris, diberi batas waktu
bagi komisaris untuk menyetujui atau menolak aksi korporasi yang
diajukan direksi. ''Ini dengan mengubah anggaran dasar. Misalnya
komisaris diberi waktu dua minggu untuk memberi lampu hijau atau lampu
merah,'' ujarnya. Kalau persetujuan ataupun penolakan tidak diberikan
dalam jangka dua minggu itu, otomatis komisaris dianggap menyetujui.
Selain
memiliki visi untuk bangsa, komisaris juga harus berkualitas, cepat
tanggap, dan mengetahui masalah. ''Jika kualitas mereka payah, tidak
mengerti bisnis, tidak paham tentang risk management, tidak menguasai
hukum perusahaan, atau tidak punya waktu (komisaris yang merangkap
pejabat pemerintah), maka benefit yang diharapkan dari pendelegasian
tersebut bisa kontraproduktif,'' kata mantan Menteri BUMN, Sofyan A.
Djalil, kepada Ageng Wuri R.A. dari GATRA.
Sofyan menilai,
berdasarkan perundang-undangan, kewenangan yang setara dengan RUPS boleh
saja dialihkan kepada eselon I, komisaris, dan direksi. Sebab menteri
dapat memberikan kuasa kepada pihak lain. ''Selama ini, hal itu sudah
lazim dilakukan menteri yang memberikan kuasa pemegang saham kepada
eselon I atau pejabat lainnya untuk menghadiri RUPS BUMN,'' katanya.
Sofyan
setuju bahwa adanya Kepmen 236 itu akan mengurangi birokratisasi dan
lambannya proses pengambilan keputusan yang terjadi selama ini.
''Keputusan secara teoretis bisa dibuat secepat mungkin,'' ujarnya.
Namun efektivitas itu belum tentu membuat kualitas keputusan menjadi
lebih baik. ''Saya yakin, check and balances atau check and recheck bisa
membuat kualitas keputusan lebih baik,'' kata Sofyan. (IAA, DMB, SP)
No comments:
Post a Comment