Thursday, December 29, 2011

Pro Kontra Revolusi BUMN

http://www.gatra.com/terpopuler/46-ekonomi/6210-pro-kontra-revolusi-bumn

Tak pelak lagi, aksi Dahlan membenahi jajaran BUMN seperti melancarkan "revolusi" perusahaan pelat merah ini. Pro dan kontra pun muncul. Kepmen 236 itu ditanggapi secara beragam oleh para komisaris di lingkungan BUMN. "Mereka terbagi dalam tiga kelompok," kata Muhammad Said Didu, Komisaris Merpati Nusantara.
Kelompok pertama adalah komisaris yang siap menjalankan amanat itu. Kelompok kedua yang mencari-cari kesempatan, dan ketiga yang cuek saja. Kepmen 236 itu, lanjut Said, juga bisa disebut kepmen ''uji nyali''. ''Yang punya nyali oke, jalan terus, yang tak punya nyali, ya, keluar dari BUMN,'' ia menambahkan.

Sebagai komisaris, Said Didu mengingatkan sesama komisaris BUMN untuk menyikapi kepmen itu dengan hati-hati. Sebelum ini, pihak-pihak yang ingin mengintervensi BUMN melakukannya dengan cara menempatkan orangnya sebagai deputi Menteri BUMN. ''Sekarang mereka akan masuk melalui komisaris dan direksi,'' katanya. Dengan kewenangan yang bertambah besar, komisaris yang tidak tahan terhadap rayuan bisa terjebak dalam pusaran korupsi.

Titik rawan yang bisa dimasuki kepentingan jahat, kata Said, misalnya dalam pelimpahan wewenang pelepasan aset. ''Saya alami betul, banyak orang yang menekan untuk melepas aset. Di semua bidang usaha, tanah, besi, dan lainnya,'' ujar mantan Sekretaris Menteri BUMN itu. Titik rawan lain adalah kewenangan melakukan kerja sama operasi. ''Untuk dua titik rawan itu, orang mau intervensi,'' katanya.

Namun membuat komisaris bekerja sesuai dengan kepmen itu sebenarnya tidak mudah. ''Selama masih ada kepentingan yang melekat pada masing-masing komisaris, kepmen itu menjadi tak berguna,'' kata Joko BUMN. Ia seorang pejabat senior di perusahaan BUMN terbesar yang meminta namanya disamarkan. Sebab keputusan komisaris bersifat kolegial. ''Satu atau dua tak setuju, ya, aksi korporasi yang dimintakan persetujuan kepada komisaris tak akan jalan,'' Joko menegaskan.

Bagaimana mengatasi komisaris licik seperti ini? Solusinya ada dua. Dahlan memetakan visi setiap komisaris di BUMN. ''Yang visinya tidak membela perusahaan dan tidak untuk kepentingan bangsa, ya, diganti dengan komisaris yang bervisi sama untuk negara,'' katanya. Dengan cara ini, persetujuan yang diminta direksi segera bisa dieksekusi, baik itu diterima maupun ditolak.

Solusi kedua, seandainya tidak ada pergantian komisaris, diberi batas waktu bagi komisaris untuk menyetujui atau menolak aksi korporasi yang diajukan direksi. ''Ini dengan mengubah anggaran dasar. Misalnya komisaris diberi waktu dua minggu untuk memberi lampu hijau atau lampu merah,'' ujarnya. Kalau persetujuan ataupun penolakan tidak diberikan dalam jangka dua minggu itu, otomatis komisaris dianggap menyetujui.

Selain memiliki visi untuk bangsa, komisaris juga harus berkualitas, cepat tanggap, dan mengetahui masalah. ''Jika kualitas mereka payah, tidak mengerti bisnis, tidak paham tentang risk management, tidak menguasai hukum perusahaan, atau tidak punya waktu (komisaris yang merangkap pejabat pemerintah), maka benefit yang diharapkan dari pendelegasian tersebut bisa kontraproduktif,'' kata mantan Menteri BUMN, Sofyan A. Djalil, kepada Ageng Wuri R.A. dari GATRA.

Sofyan menilai, berdasarkan perundang-undangan, kewenangan yang setara dengan RUPS boleh saja dialihkan kepada eselon I, komisaris, dan direksi. Sebab menteri dapat memberikan kuasa kepada pihak lain. ''Selama ini, hal itu sudah lazim dilakukan menteri yang memberikan kuasa pemegang saham kepada eselon I atau pejabat lainnya untuk menghadiri RUPS BUMN,'' katanya.

Sofyan setuju bahwa adanya Kepmen 236 itu akan mengurangi birokratisasi dan lambannya proses pengambilan keputusan yang terjadi selama ini. ''Keputusan secara teoretis bisa dibuat secepat mungkin,'' ujarnya. Namun efektivitas itu belum tentu membuat kualitas keputusan menjadi lebih baik. ''Saya yakin, check and balances atau check and recheck bisa membuat kualitas keputusan lebih baik,'' kata Sofyan. (IAA, DMB, SP)

No comments:

Post a Comment