Thursday, December 29, 2011

Uji Nyali 'Revolusi' BUMN

http://www.gatra.com/terpopuler/46-ekonomi/6211-uji-nyali-revolusi-bumn

Menteri BUMN Dahlan Iskan bak memereteli kewenangannya sendiri. Birokrasi jadi lebih pendek. Komisaris tak bisa lagi ongkang-ongkang kaki. Dirut diajak rembukan untuk menentukan direktur. Yang punya nyali oke, jalan terus. Yang tak punya nyali, keluar dari BUMN.
---
Direktur Utama Perumnas, Himawan Arief, segera menyampaikan unek-uneknya ketika mendapat giliran bicara. ''Di perusahaan kami, direktur utama (dirut) itu ketika mengambil keputusan harus minta izin ke direktur....'' Belum selesai Himawan berbicara, Menteri BUMN Dahlan Iskan langsung memotongnya. ''Oh ya, saya ingat. Ini persoalan yang lucu, masak dirut meminta izin kepada direktur niaga. Saya instruksikan sekarang juga untuk mengubah itu,'' kata Dahlan, seraya mempersilakan Himawan untuk duduk kembali. Himawan pun menurut.
Begitulah, antara lain, dialog yang terjadi dalam rapat koordinasi Kementerian BUMN di Gedung Pertamina, Jalan Medan Merdeka Timur, Jakarta, Senin pekan lalu. Dahlan, orang nomor satu BUMN itu, kembali menjelaskan bahwa ia pernah mendengar keluhan itu dalam sebuah kunjungan ke luar kota yang diikuti Himawan.


Ketika itu, Dahlan mendengar bahwa Dirut Perumnas harus meminta izin kepada direktur-direktur lain sebelum membuat keputusan. Tetapi sebaliknya, direktur-direkturnya tidak perlu meminta izin dirut untuk membuat keputusan. Dahlan tak mau mendengar masalah itu disampaikan dua kali kepadanya. Ia meminta persoalan itu diselesaikan, bukan dibicarakan lagi.

Rapat koordinasi itu adalah rapat perdana yang diikuti hampir seluruh jajaran direksi dan komisaris BUMN serta pejabat eselon I Kementerian BUMN, sejak Dahlan dipercaya menjadi nakhoda Kementerian BUMN pada 20 Oktober lalu. Sebelumnya, ia sudah dengan para direksi BUMN dalam sidak (inspeksi mendadak) ke BUMN-BUMN.

Dari 141 BUMN, setidaknya Dahlan telah mengunjungi 100 di antaranya. Dari sidak itu, ia beberapa kali mengambil keputusan penting. Misalnya, mengganti direksi PT Hotel Indonesia Natour usai merasakan sendiri layanan di hotel milik PT Hotel Indonesia Natour di Bali itu, yang menurut dia kurang baik.

Begitu duduk di posisi puncak, Dahlan tampak jelas tak ingin buang waktu, ingin segera beres-beres. Gaya pejabat tinggi birokrat bak amtenar kerajaan segera dibuangnya jauh-jauh. Lihat saja, dalam rapat koordinasi BUMN tadi, ia tidak mau memosisikan diri sebagai narasumber. Dahlan malah memilih menjadi moderator.

Dari lima sesi rapat, Dahlan menjadi pemandu di empat sesi. Yang menjadi pembicara dan panelis adalah para dirut dan komisaris BUMN. Selain itu, hadir pula Kepala Unit Kerja Presiden Bidang Pengawasan dan Pengendalian Pembangunan (UKP4), Kuntoro Mangkusubroto, dan mantan Menteri BUMN Tanri Abeng. Gaya ceplas-ceplos Dahlan sebagai moderator menjadikan rapat menjadi hidup dan tak bertele-tele.

Sikap tak bertele-tele dan tak birokratis memang melekat dalam keseharian Dahlan. Begitu pula dalam pekerjaan, ia mengedepankan efisiensi dan efektivitas. Karena itu pula, ia rela "memereteli" kewenangannya sendiri sebagai Menteri BUMN selaku RUPS.
Tak tanggung-tanggung, ia melimpahkan 38 kewenangan kepada eselon I Kementerian BUMN, komisaris dan direksi BUMN. Rinciannya, 22 kewenangan kepada eselon I, 14 kewenangan kepada komisaris, dan dua kepada direksi. Pendelegasian wewenang ini juga masuk dalam diskusi pada rapat koordinasi BUMN.

Pengalihan kewenangan itu tertuang dalam Keputusan Menteri (Kepmen) BUMN Nomor 236 Tahun 2011, yang diteken dan mulai berlaku pada 15 November 2011. Dengan aturan baru ini, komisaris yang selama ini lebih berperan sebagai pengarah menjadi lebih diberdayakan. Mereka tak dapat lagi berlagak "ongkang-ongkang kaki mendapat gaji". Ini terutama bagi komisaris di perusahaan BUMN yang tingkat kesehatannya dua tahun berturut-turut menangguk untung (AA).

Kewenangan komisaris selaku RUPS itu, antara lain, mengesahkan rencana kerja dan anggaran perusahaan (RKAP), menyetujui penyertaan modal bagi perusahaan lain, mendirikan anak perusahaan/perusahaan patungan dan melepaskan penyertaan modal pada anak usaha/patungan dengan nilai penyertaan sampai Rp 500 milyar. Selain itu, juga memberi persetujuan untuk mengadakan kerja sama dengan jangka waktu lima sampai 10 tahun. Bentuknya bisa kerja sama operasi, bangun-kelola-serahkan, menyewakan aset, maupun kontrak manajemen.

Adapun kewenangan direksi yang setara dengan RUPS adalah pembagian tugas dan wewenang anggota direksi dan persetujuan untuk mengadakan kerja sama dengan jangka waktu sampai lima 10 tahun. Bentuknya bisa kerja sama operasi, bangun-kelola-serahkan, menyewakan aset, maupun kontrak manajemen. Adapun untuk eselon I, kewenangan selaku RUPS lebih kepada perusahaan BUMN yang kategorinya belum sehat. Apakah "revolusi" ini akan memakan anak-anaknya sendiri? Wallahualam.

Irwan Andri Atmanto, Deni Muliya Barus, dan Sandika Prihatnala

(Laporan Utama majalah GATRA edisi 18/07, terbit Kamis 22 Desember 2011)

No comments:

Post a Comment